Rabu, 28 April 2010

Cita-Cita Runi

“Runi…!!!”teriak Prissil.
“Ada apa, serius banget muka loe?”tanya Runi ingin tahu.
“Ikut Lomba Olimpiade Biologi kan loe?”serentak Runi terkejut, dan hanya bisa diam. Dia pun menggelengkan kepala dan segera berlalu. “Kenapa sih dia?”ucap Prissil bingung.
Hari itu mungkin mentari tak tersenyum pada Runi. Pikiran Runi di kelabuhi oleh nasihat-nasihat ibunya di Kampung yang menginginkan Runi menjadi juara kelas di Sekolah Menengah. Bayangan indahnya seolah redup melihat dirinya yang tidak bisa mewujudkan keinginan ibunya. Sebelumnya ia di Sekolah Dasar terkenal pintar dan selalu memegang juara kelas. Dia pun sangat menggemari Mipa. Tetapi sayang, hal itu tak pernah terwujud lagi semenjak kegemarannya menggambar mulai aktif di SMP. Nilai Mipanya pun seolah tak pernah memuaskan. Dan kini di SMA Merah Putih dia mencoba untuk tidak masuk ekstra Club Art tetapi Olimpiade Biologi. Lagi-lagi hal itu tidak bisa mengembalikan nama baiknya di mata pelajaran Mipa. Malah nilai seni yang termasuk dalam bidang menggambar, tak pernah lepas dari kata the best score..
“Percuma ikut Olimpiade, toh gue nggak akan nyenengin hati ibu.”
Belum sempat ia berkhayal akan ketidak ikut sertaanya dalam Olimpiade, lagi-lagi sekelumit pikiran yang terselip kembali ia sapa.“Bagaimana dengan Prissil,Olla,Vika,Bella? Pasti dia marah kalau gue nggak ikut. Sudah satu kelas, satu exskul Olimpiade Biologi,satu genk lagi. Apalagi mereka akhir-akhir ini baik sama gue, baik sangat malah. Aduh … kenapa sih harus di hadapkan pada pilihan seperti ini. Andai saja gue tak terbebani sama kata-kata ibu, pasti gue bisa bebas dan merdeka di Club Art. Huft!!!”
“Nak kamu harus bisa masuk di universitas jurusan kedokteran atau paling tidak jadilah kebanggaan ibumu untuk menjadi juara kelas di kelasmu.Tapi ingat nak, sungguh ibu tak suka engkau terlalu membanggakan hobi menggambarmu itu. Apa yang kao banggakan dari hobimu itu? Pokoknya Nak, kau harus bisa lebih baik dari SMP dulu! ”kata-kata itu terngiang di telinga Runi. Meski Runi yakin tidak bisa, dia hanya mengangguk lesu ketika ibunya menasihatinya dulu.
Tiba-tiba Bella datang dari hadapan Runi yang kala itu sedang melamun.
“Runi!!! Bengong aja loe!”sentak Bella.
“Iya,ya,ya,ya,ya,ya Bella,Prissil…! Huft … Ngagetin tau?”
“Siap ikut Olimpiade kan?”tanya Bella. Runi pun hanya bisa diam.
“Tenang … kata Mr.Syam semua yang ikut Ekstra Olimpiade Biologi boleh ikut kok.”tukas Prissil.
“Gue nggak bisa!”Runi mencoba menolak.
“Kenapa? Gue pikir loe sudah cukup aktif kok dalam pelajaran biologi. Ya… meskipun nilai di rapor biologi loe hampir menyentuh standart,tapi loe harus bisa buktiin sama anak-anak Club Art itu dong!”
“Buktiin apa?”tanya Runi ingin tahu.
“Ingat Run, nilai Seni loe sangat bagus di mata anak-anak Art. Mereka ingin loe masuk Club mereka. Dan asal loe tahu kita nggak ingin itu terjadi. Terus, sama semua buku-buku les gue yang loe pinjam, gue ingin itu loe manfaatkan dengan loe bisa ikut olimpiade ini. Pokoknya gue nggak mau loe nggak ikut. Nanti apa kata mereka…kalau loe nggak ikut?”Bella mendesak Runi.
“Lagian, gue juga nggak mau lagi kehilangan sahabat yang notabene anak masternya BHS. Inggris! Runi,Bokap loe di Bali kan sebagai tour guide! Pasti karena syndromnya Bokap loe makanya loe bisa pintar BHS.Inggris,!”kata Prissil memuji Runi.
“Apa hubungannya?”tanya Bella.
“Bukannya gitu! Arghhh … Loe nggak tahu sih. Pokoknya gue nggak mau ikut. Titik! Terserah loe mau ngapain?”Runi pun pergi.


“Tet…tet…tet…!!!”saatnya jam pelajaran Seni Budaya di mulai.
“Selamat pagi …!!!”sosok cantik itu telah datang. Dia adalah Madam Diva. Guru mata pelajaran Seni Budaya yang katanya adalah anak blasteran Indo-Prancis.
“Pagi …!!!”serentak anak kelas X-h itu menjawab dengan kompak.
“Oke anak-anak, tak usah berbasa-basi lagi. Sekarang pengumuman itu datang untuk calon-calon pelukis di X-h?”
“Apaan Madam?”tanya Runi ingin tahu.
“Ya, Minggu depan akan diadakan lomba melukis. Lomba melukis antar kelas X, siapa yang jadi pemegang juara I, II dan III memiliki kesempatan untuk mengikuti pameran Lukisan di Jogja, ya tepatnya di sekitar area gallery Affandi. Dan apabila lukisan kalian memiliki nilai jual, nggak tanggung-tanggung panitia di sana akan memajang lukisan kalian? Ada yang tertarik ?”
Suasana terlihat hening. Sepertinya, belum ada satu pun anak yang tertarik. Ketika itu seolah Runi menerima wangsit dari Mama Lorent, ada dorongan kuat dalam benaknya untuk mengiyakan kata tertarik itu.
“Saya Madam.”Runi anak pertama yang mengacungkan tangan. Semua pun tertuju pada Runi.
“Hah …!!!”mata Bella lekas membelalak kaget melihatnya.
“Ya,,,saya akan ikut Madam”
“Ya sudah,,, untuk semua saja, yang ingin mengikuti segera buat konsep gambarannya. Dan nanti istirahat kumpulkan di meja saya.”
“Oke Madam…!!!”sahut anak-anak yang tergabung dalam Club Art.
Madam Diva pun meninggalkan kelas. Selang beberapa saat, gaduh kian menyelimuti kelas.
“Apa-apaan loe ngikut acara nggak penting kayak gitu?”tanya Prissil marah.
“Terserah gue dong!”jawab Runi singkat.
“Mau ngikut club anak-anak Art itu loe?”
“Ngomong apa sih loe Sill, gue cuma pengen ngikut lombanya aja!”
“Oke, fine … dulu waktu MOS loe bukan teman kita, tapi teman anak-anak yang sok jago melukis itu. Teman SMP loe. Dan inget ya Run. loe tenar di Sekolah ini karena kita. Pakai otak dong loe!!!Siapa yang minjemin loe buku, nraktir loe di kantin, antar jemput loe pakai mobil dan satu lagi. Nolongin loe waktu ulangan biologi. Sumpah ya, nggak tahu terimakasih banget loe.”kata-kata Prissil seolah membuat mata Runi berkaca-kaca. Ia tak sedikit pun membalas perkataan Prissil. Toh ucapan Prissil itu ada benarnya. Runi mengagaap dirinya adalah inang untuk anak-anak cerdas itu. Prissil dan teman-temannya pun pergi sambil memukulkan telapak tangan mereka di meja bangku Runi.
“Brak…Brak…Brak…!!!”suara itu terdengar keras hingga menjadi buah bibir.
Setelah mereka semua berlalu, tangisan itu tak tertahankan lagi. Runi menundukkan kepala. Tetesan air mata itu kian deras membasahi buku tulis yang ditumpanginya. “Ya Allah aku harus bagaimana? Aku mengikutinya karena aku yakin mampu. Dan juga, aku ingin membuktikan pada Ibu, bahwa aku ingin mengembalikan namaku sebagai Pemenang. Seperti SMP dulu. Kenapa Ibu selalu menganggap remeh hal itu. Dan teman-teman ku juga, mengapa ia seolah membanggakan hal yang belum tentu aku yakini bisa. Tapi setidaknya , kalau aku tak bisa jadi juara kelas, aku bisa menjadi pemenang dalam Lomba itu. Ya Allah, tolong sampaikan pada Ibu, bahwa seorang pelukis itu adalah cita-cita ku. Aku tahu, ayah pernah gulung tikar membuka gallery lukisan di Jogja, tapi aku tahu itu bukan alasan pasti Ibu untuk mengecam bahwa Pelukis tak akan Sukses.Help me please, God!”

Hari-hari Runi penuh beban. Ia masih segan bila harus bermusuhan dengan teman-teman yang hampir dua semester menjadi karibnya. Tiba-tiba seorang anak pria dari club Art yakni teman SMP Runi mendatangi Runi.
“Hai Run…!!!”sapa anak itu. Runi pun hanya tersenyum kaku dengan lesung pipinya yang terkesan manis.
“Nanti ada wawancara untuk Lomba Melukis. Jangan lupa ya datang. Madam Diva berpesan, katanya kedatangan mu sangat diharapkannya. Sepertinya Beliau menyimpan kejutan untukmu.”
“Iya Bono, gue pasti datang kok!”
“Oke lah kalau begitu!”
Merekapun bercakap ria sambil berjalan menuju kelas. Dalam percakapan itu, Runi pun menceritakan masalahnya pada Bono, dengan tenang Bono pun memberi solusi permasalahannya.
Jarum jam Runi bergerak cepat tepat pada angka sepuluh. Wawancara itu pun dimulai. Anak-anak yang hendak mengikuti lomba Mading di SMA Merah Putih satu per satu datang mengikuti seleksi wawancara di Aula.
“Seruni Wijaya!”suara itu mengagetkan Runi yang hanya terdengar nama belakangnya. Ya, itulah nama ayah Runi.
“Iya saya…”Runi masuk ruang Aula dan berhadapan langsung dengan Madam Diva.
“The best konsep Runi. Orang sudah bisa membaca tentang ini.”pujian Madam Diva seolah membuat muka Runi merah padam. Ia tak menduga, bahwa pujian itu ada untuknya.
“Runi, coba ceritakan mengapa kau memilih konsep sebriliyant ini?”
“Sungguh, itu karena Ibu saya Madam.”
“Konsep gambar mu ini?”sambil menunjukkan konsep gambar Runi.
“Seorang anak yang membasuh kaki ibunya. Ya itulah pikiran saya selama ini, saya selalu tak pernah mengikuti ingin Ibu saya. Ketika hendak minta maaf pada nya, perasaan berat selalu ada. Karena Ibu, selalu menentang cita-cita saya untuk menjadi seorang pelukis. Dan saya ingin membuktikan pada Ibu kelak Madam, bahwa seoarang Pelukis akan selalu menjadi seorang pemenang yang sukses.”
“Sabar ya Run. Semangat untuk cita-cita mu. Konsep mu sudah sangat bagus, saya harap kamu bisa melukiskan konsep ini dengan baik pada waktu lomba. Lusa pengumuman itu akan datang dan ditempelkan di papan pengumuman. Segeralah melihat jika waktunya sudah tiba!” Percakapan itu berlangsung lama hingga akhirnya Runi di perbolehkan menuntaskan sesi wawancaranya.
Runi pun mengangguk. Ketika sudah keluar dari ruang Aula, terdengar celoteh Prissil,Olla,Vika dan Bella.
“Hai kalian …sedang apa di sini?”sapa Runi mencoba berani.
“Ngapain Loe? Pergi!”gertak Prissil.
“Nggak penting banget sih loe di Aula itu!”sahut Bella.
Sebelum menjawab kata itu, Runi menarik napas panjang“Terimakasih kalian sudah menjadi sahabat ku selama ini.”raut pucat pasi menghiasi Runi.
Mereka diam seolah tak biasa menjawab. Selang beberapa detik kemudian Prissil angkat bicara.“Oke kami ngerti, Loe cuma ingin nutupin kebodohan Loe itu kan?”tanya Prissil seolah ingin membuat Runi marah.
“Whatever! Itu masalah kalian, dan gue hanya ingin freedom dari kalian. Tak selamanya kan gue harus penuhi mau kalian!”untuk yang keduakalinya, Runi berlalu tepat di depan pandangan Prissil.


Hari yang dinanti-nantikan Runi telah tiba, dengan sejuta harapan yang terpendam, Runi mencoba bertahan demi mimpinya. Ia menanti papan pengumuman itu. Tak diduga sosok Bono kembali mengagetkan Runi.
“Hei Pemenang, cita-cita mu kelak pasti terwujud!!!”kata Bono lantang.
“Maksud Loe apa Sih cecunguk Bono … ?”
“Loe nggak tau ya? Loe itu menempati peringkat pertama di pengumuman itu! Terpampang jelas nama loe di sana, Se-ru-ni Wi-ja-ya.”dengan raut serius Bono menyampaikannya.
“Serius…Loe?”
“Dua Rius deh …!!!”
Runi berlari menuju papan pengumuman. Nafasnya pun terengah-engah sambil menahan detik-detik ia melihat kemenangannya. Disempatkannya ia berdo’a pada Yang Kuasa, agar ia diberi berkah atas keberhasilannya.
Dia pun sampai dan berdiri di samping kiri papan pengumuman itu. “Seruni Wijaya dengan nila 94 Peringkat teratas.”suara itu keluar dari mulut Prissil.
“Prissil?”kata Runi lirih.
“Loe Pemenang!”teriak Vika keras hingga menjadi pusat perhatian.
Runi pun hanya mengangguk sambil memperlihatkan senyuman khasnya.
“Ternyata selama ini pandangan kita salah. Baru saja Bono memberitahu kita, bahwa loe memang sahabat yang baik untuk kita. Kita tahu, kita terlalu mengekang loe untuk tidak bergaul bersama mereka, padahal mereka teman SMP loe yang sangat baik. Run, kita berempat akan mencoba berbaik hati untuk bicara dengan Ibumu di kampung, bahwa memang benar, sosok pelukis akan selalu menjadi pemenang yang sukses. Cita-cita mu itu adalah emas Run. Jangan menyerah!”
“Terimakasih ya kalian, sudah bisa menerima gue kembali.”
“Tak perlu Run. Sebaiknya loe berterimakasih pada Bono, dia yang menyadarkan kita.”
Runi pun hanya mengangguk.
“Bono memang baik, dia yang mengajarkan hakikat cita-cita itu sendiri. Kalian tahu? Satu kalimat Bono yang keluar dari mulutnya. Dan sekarang gue nggak bisa lupain kalimat itu begitu saja”
“Apa Run?”tanya Bella.
”Peganglah cita-cita loe, jangan loe lepaskan, hiraukan kegagalan, dan menataplah masa depan.”
Teman-teman Runi pun hanya membalasnya dengan senyuman.
“Thank’s, kalian sudah begitu baik sama gue. Tak hanya menerima gue, tapi juga mau membantu pecahkan problem gue sama nyokap gue.”
Sekali lagi senyuman itu datang untuk Runi.
Dan akhirnya singkat cerita Runi pun bisa menemukan kebebasannya, dia bahagia bersama temannya, Club barunya yaitu Club Art dan yang pasti ibunya telah memberi kepercayaan pada Runi, bahwa Runi harus bisa menjadi Pemenang yang sukses kelak. Menggapai cita-citanya menjadi seorang pelukis terkenal.


Oleh_Qurrotul Anfa

Because I’m your friend

Setelah liburan akhir semester yang cukup panjang, akhirnya kujumpai lagi gedung mewah di depan ku ini. Cukup luas dan lumayan besar. Bertingkat tiga dan dihiasi deretan kaca hitam di setiap tebingnya. Sungguh megah.
“I’m ready God!”
Aku berjalan santai melewati lorong-lorong sekolah yang tampak dihiasi oleh sebagian siswa SMA Mandala yang baru datang. Ku buka ponsel ku dengan menjelajahi MP4 nya dan menikmati indahnya alunin musik sembari melantunkan suaraku lirih. Tak lama kemudian, sebuah pintu yang bertengger X-h pun menatapku. Terlihat temanku berdiri di depan pintu membawa beberapa tumpukan buku-buku tebal.
“Hi guys, how have you been?”sahut Diandra ,my best friend, dengan rautnya yang full expression .
“Hi Diandra … I’m Pretty good!”
Tanpa feedback dari ku pun Diandra menjawab pertanyaannya “Me too!” Tak terasa percakapan singkat itupun terputus karena bel sekolah berbunyi “Tet … Tet … !”. Aku dan Diandra pun lekas masuk kelas.
Seorang guru yang cantik, berkacamata dan berlesung pipi menyambut kami “Good morning students!”
“Good morning Mom … !!!”jawab serempak teman-temanku
“How are you today?”tanyanya dengan penuh semangat pada kami.
“I’m fine , and you?”
“I’m fine too, thank’s .” jawab Mrs.Sessa sambil tersenyum.
"Baiklah anak-anakku tersayang, sekarang kita luangkan waktu kita sejenak untuk sesuatu yang baru buat kalian.”kata Mrs.Sessa setelah menarik napas panjang. Serentak ketika itu, timbulah pertanyaanku.
“Any special something, Mom ?”tanyaku sambil mengangkat punggungku yang semula menunduk bak orang malas.
“Ken yang cantik, kita akan kedatangan murid baru. Ibu yakin yang ini bisa buat kamu terkejut terkagum-kagum. Buat masa remaja kamu fresh juga. Selama ini kan you are alike childish, girl.”canda Mrs.Sessa yang terlihat centil.
“Ye… Ibu!!!”sela ku.
"Makanya, rambut jangan di kepang mlulu dong. Lepas juga tu kacamata kodok.”tukas Fahmi, si Badung sialan yang selama ini menjadi musuhku di kelas.
“Phahahaahhahahaha …”kelas pun gaduh karenanya.
Sesaat setelah kelas terkendali, sosok tampan, lumayan tinggi, berkulit kuning, berhidung mancung, dan berkacamata hendak memasuki ruang kelas ku seolah membuatku terpaku akan aura yang ia tampilkan. Apalagi senyumnya sangat menggoda ketika gigi taringnya mulai terlihat. Wow, cool men!
“Please, come here!”kata Mrs.Sessa pada anak laki-laki itu. Si Boy tampan itu pun menghampiri Mrs.Sessa yang sedang berdiri tepat di depan kelas menghadap anak-anak. “Oke, Ibu perkenalkan. Dia adalah Asshandy Maulana, pindahan dari Surabaya. Dia keponakan saya yang paling saya sayangi, dan Ibu harap kalian bisa menjadi teman yang baik untuknya.”
“Hi Asshandy … !!!” sambut teman-temanku.
“Ya ambrung! So perfect ya Ndra, tapi sayang keponakanya Mrs. Centil. Oh!”kata ku malas pada Diandra.
“Kalian bisa kok panggil aku Asshan, dan aku harap di sini kalian bisa membantuku untuk beradaptasi di sini. Terimakasih.”katanya dengan ramah.
“Bisa kok!”jawabku lantang.
“Ye… kenakan dia …”ledek Fahmi lagi.
“Apaan sih?”kataku sinis.
“Sudah, sudah, sudah … lagi-lagi Fahmi dan Ken saja yang bikin rebut. Oke karena Ken yang duduk sendiri maka Asshan duduk sama Ken.”
“Setuju … !!!”teriak anak-anak X-h.
“Semakin parah saja hari ini”ucap ku lirih. Aku pun hanya menundukkan kepalaku dan tak bisa berkata-kata lagi. Sempat ketika itu aku menoleh kanan kiri. Padahal kan yang duduk sendiri hari ini tak cuma aku, masih ada Ifan dan Nando. Kenapa harus aku? Tapi tak apalah, dia kan so handsome, fikirku sembari tersenyum pilu.
Kemudian Asshan datang menghampiri bangku di sebelahku, dengan senyum kusambut dia. “Hi Ken !”sapanya. “Hi!”ku jawab sapaanya sambil menundukkan kepalaku. Dia pun duduk di sebelahku, meletakkan tas Sport hitamnya yang terkesan mahal.
Kegiatan belajar mengajar terasa sangat hambar, serasa aku tak bisa konsen pada setiap apa yang dijelaskan oleh guru. Tanganku berkeringat dingin. Di pojok kiri atas terlihat AC masih menyala tetapi tak henti-hentinya dahiku di penuhi oleh keringat yang mulai mengucur. Detak jantungku pun serentak melaju bak lari marathon, sangat cepat. Ada apa ini? Fikirku. Aku pun ingin segera mengakhiri KBM yang menyebalkan ini.
“Tet … Tet… Tet … !!!”
“Akhirnya datang juga!”kataku semangat.
“Memang ada apa Ken? Do you like the time to break ?”tanya Asshan seolah ia tak menyenangi yang baru saja aku katakana.
“Of course!”jawabku lesu.
Aku langsung berdiri meninggalkan Asshan dan menghampiri Diandara. “Dian, come on, let’s go!”

Sambil berjalan bak pengantin (sangat pelan), aku mencoba bercerita perihal apa yang aku rasakan saat KBM tadi berlangsung. Sangat menyebalkan. Sontak saat itu juga respon Dian membuatku terkejut.
"Falling in Love, girl, I’m sure !”katanya meyakinkanku.
“I don’t think so.”respon ku sambil menekankan setiap kata yang hendak aku ucapkan. “Whatever, but it’s real. You can’t lost for that”katanya lagi hingga membuatku jengkel.
"Enough Ndra!”aku pun pergi meninggalkan Diandra,entah mau kemana. Ketika aku sedang berlari, sontak pengumuman bahagia itu terdengar keras dan jelas melalui speaker.
“Attention Please! Announcement. Today nothing study in the school for class X ,XI, and XII except OSSIS cause there is meeting for teachers and OSSIS . But you can study alone in your home. Thank you very much for your attention.”
“Ye.. the time to go home. Asiknya, nggak ketemu Asshan, ocehan Fahmi, reason Diandra about I’m falling in love end oceh Mrs.Sessa. Leganya!” sontak aku pun teriak senang.

Sesampainya di rumah, perasaan menyebalkan itu serasa menghantui lagi. Di otakku kini tak ada lagi Mathematics, Biology, Chemistry ataupun Physics. Malahan senyum juga mata Asshan melulu. Haduduh … ! Parah Uey . Tiba-tiba, one message received

Hi
Assalamu’alaikum. Akk mw tanya, besok mapelnya apha sadjah? Terus, jangan lupa ya, sekalian akk besok bawain semua jadwal pel… Please Replay. Asshandy.

Waw! Tak kusangka seseorang telah membuatku terpaku pada SMS saat itu.Biasanya malam-malam seperti itu kugunakan untuk membaca novel atau online internet lewat Ponsel. Tetapi tidak waktu itu, aku malah kecanduan membalas SMS nya. Biar pun perasaan jengkel ada, tetapi aku akui SMSan dengannya sangat menyenangkan. Asshan adalah orang yang hebat, charming dan terkadang bisa lebih terlihat jenius lewat SMS-SMS nya. Dan ternyata dia adalah seorang yang menggemari olahraga Futsal. He is like all af about MIPA too. Seems perfect for me, brilliant boy guys.
Hari-hariku kini kulalui indah bersama Asshandy, juga bersama seorang temanku Diandra. Belajar, mengerjakan PR, ke kantin juga hang out sering kami lakukan bersama. Di sana sempat terbesit sebuah impossible feeling. I’m like Asshandy. Huak??? Cepat-cepat kubuang pikiran buruk itu. Bukanya aku tak senang akan perasaanku, tetapi sesuatu membuat aku takut akan hal itu.
Masih ingatkah Fahmi? Fahmi adalah seseorang yang pernah aku jadikan kumbang dahulu. Dua tahun kami menjalin hubungan itu dari kelas 2 SMP. Hingga pada akhirnya, aku yang berusaha merubah penampilanku, dengan keseharian rambut dikepang dua dan juga mataku semakin bertambah minus karena kegiatan membaca novel dan online internet, tak kuduga kacamata kodok yang tebal pun dispecialkan from my ded for me. Hal itu sanggup membuat Fahmi ilfil padaku dan membuatnya berani mengatakan break sementara. Oh, ternyata aku salah menilainya. Hingga kini pun Kata “sementara” itu ku artikan untuk selamanya. Meskipun sampai detik ini aku masih berteman dengan Fahmi, dan menjadikannya Fahmi musuh hidupku di kelas, hal itu tak menyurutkan niatku untuk tidak balas dendam pada Fahmi. Toh dia juga bukan Parasit. Aku sadar, inilah aku yang sekarang, yang tak wah lagi seperti dulu saat SMP. I wanna be I. I will be stronger for my life.

Sudah terhitung tiga bulan dari semester ke-2. Suasana berbeda mulai aku rasakan. Terutama dari semakin melonjaknya ocehan Mrs.Sessa yang selalu menyindir kedekatanku dengan dengan Asshan. Ya, memang aku adalah murid kesayangan Mrs.Sessa, karena di setiap mata pelajarannya aku mendapat nilai yang lebih bagus dari yang lain. Ku syukuri itu. Tetapi disisi lain, beliau selalu membuatku jengkel. Terlebih ketika harus mengejek penampilanku. Huft!!! Mrs.Centil. Kini seorang Asshan yang di sukai oleh banyak teman-teman cewekku pun mulai bertingkah aneh di depanku. Menawari aku pulang bareng, belajar bareng, contekan ulangan, dan itu pun dilakukan tanpa Diandra. Tak ketinggalan Fahmi, dia sekarang mulai berani mendekati aku. Aku tak tahu target nya. Sungguh, itu sangat menggangguku.
Ketika aku hendak berjalan menuju kantin, menjumpai Diandra. Seorang temanku mengagetkanku.
“Hey Ken, cepet ke Lapangan Futsal. Asshan ma Fahmi sedang berantem hebat. Kayaknya gara-gara kamu deh.”katanya sambil mengernyitkan jidatnya.
“What? Are you sure?”aku menunggu kepastiannya.
“I’m sure Ken. Cause they were always called your name.”
“Okay, I will go to go there.”
Aku pun berlari secepat mungkin menghampiri keduanya. Nafasku pun mulai terengah-engah. Jalan menuju lapangan Futsal memang jauh. Dari Lantai 3 menuju kantin, aku harus turun menuju lapangan futsal. Deretan Balok batu bata berlapis marmer itu ku lalui menurun dengan sangat licin. “Au … !” teriakku ketika hendak jatuh. Ku jumpai sebuah keramain itu. Alhamdulillah, sampai, ucapku lirih.
“Ayo. Ayo. Ayo … !!!”
“Hajar aja Shand, blagu sih dia.”
"Jangan Nyerah Fahmi, Ken just for you men.?”
Terdengar kata-kata itu menghiasi suasana yang teramat sangat menyebalkan seperti yang aku lihat di depan mataku. Arhgh!!! “Apa-apaan ini. Enough … !”teriakku mencoba menenangkan suasana. Akhirnya gerombolan itu melebar, dan membukakan jalan untukku melihat Asshan dan Fahmi yang sedang berkelahi. Mendengar teriakkanku, lekas keduanya berhenti.
“Ada apa sih. Kalian nggak ribut karena aku kan? Ada yang bilan gitu sih, atau aku Cuma GR ya?”
Keduanya diam. Tanpa memikirkan sesuatu yang lain, aku memandangi keduanya lagi. “Ya ambrung Asshan hidung kamu keluar darah, pelipis kamu juga memar.”ku pandangi Asshan panic dan mataku ini hampir saja keluar air mata. Tak ku lupa Fahmi, dia malah tambah parah. Jatuh terbaring lemah lunglai. “Fahmi …!” teriakku terkejut. Aku pun segera menghampirinya tanpa memperdulikan Asshan. Karena yang ku tau, Fahmi lebih menderita. Ku coba untuk tidak bertanya-tanya lagi tentang masalah mereka, dan keduanya pun akhirnya di bawa ke UKS.
After a few minutes, para penjaga UKS bersedia membiarkan aku dan Diandra masuk menjenguk keduanya.
“Kalian sebenarnya kenapa sih? Nggak sadar ya kalu itu sala?”tanyaku.
Fahmi yang terlihat sangat pucat mencoba bicara padaku, “Ken,I’m so sorry. I knew, last I’m wrong. But, bersediakah kamu mengisi hari-hariku kembali. Please, I need U!”
Dor!!! Hatiku langsung kaget. Dan segera kualihkan pembicaraan itu.
“Aku sudah maafin kamu kok. Ehm … how are you now?”
“Please, answer my question. Atau jangan-jangan kau melupakan semua? Aku ingin waktu itu kau menungguku.”katanya dengan mata berkaca-kaca.
Tiba-tiba Asshan beranjak dari kasur UKS itu dan menghampiriku. “Ken!”sapanya.
“Asshan. Are you okay?”
“Couldn’be better.”
Dihadapkan oleh dua pilihan begini, aku harus tengok Asshan tengok Fahmi, membuatku deg-degkan akan posisiku. Akhirnya, Diandra yang sedari tadi asyik dengan novelnya ikut bergabung bersama kami.
Serius ni ye?”sahut Dian.
“This is serious .”kata Fahmi.
Mendengar jawabannya terkesimalah aku langsung menengok kea rah Fahmi. Ketika itu, langsung dari arah Asshan, Asshan menarik tanganku. Di situ tampak Fahmi berkaca-kaca.
“Ken, please! Give our a certainty. Apa selama ini kamu hanya berpura-puara tidak tahu?”tanya Asshan terlihat jelas kalau ia sedang marah. Merasa itu sangat membuat aku jengkel, akhirnya aku serang balik dia “Berpura- pura apa sih. Fine, about perhatian kalian sama aku???” Lantas aku diam sejenak, dan mencoba menarik nafas panjang. “Aku tak sampai berpikiran seperti itu guys. It’s impossible. Kau tau, apa yang kamu hancurkan Fahmi? Hati ku Fahmi. Sebulan itu sembuhnya. Dan sampai saat itu, ayahku mendengar tangisanku. Beliau memberi wejangan padaku, bahwa tak seharusnya seorang aku memiliki cinta special. Cintaku di khususkan untuk Tuhan,Ibu dan Ayahku, Sodarku, teman-temanku dan bukan untuk seorang teman laki-laki ku saja. But all everyone. Jadi, untuk sekarang ini aku takkan merubah keputusan itu. Kalian bisa menugguku sampai saatnya tiba??”
Tanpa berpikiran panjang keduanya mengangguk.
“Sure!”kata Asshan.
“Okay ,sekarang aku akan putuskan. Asshan and Fahmi you couldn’t be my special boy friend because I’m your friend. Iyakan Ndra??”
“So pasti … !!!!”
Sesuatu itu memang indah dan sangat mengesankan apabila kita bisa memaknainya, ternyata berbagai keluhan hidup yang ku alami, Tuhan selalu mendengar. “Thx God”
Oya_ Mrs.Sessa yang selalu menyindirku ternyata mempunyai tujuan tertentu, Lho. Ya ambrung, dia ingin keponakannya bisa memiliki aku. Hahahahah … Andai saja!!! But it’s no ending, I always get happiness for my friend because I’m them friend………Okay!!!!